Pages

Jumat, 06 November 2015

Hadroh MA Almukhtar

   Hadroh MA Almukhtar diadakan untuk mewujudkan rasa mahabah dan Pujian terhadap Rasulullah baik dalam bentuk prosa maupun syair, telah ada sejak zaman Rasululah SAW lewat bait-bait gubahan tiga penyair terkenal yaitu Hasan ibn Tsabit, Abdullah ibn Rawahah dan Ka’ab ibn Malik. Nabi justru sangat terkesan dengan keindahan syair (qasidah) yang disampaikan oleh Ka’ab ibn Zuhayr ibn Abi Salma. Karena rasa sukanya, Nabi Muhammad pernah menghadiahkan selendang (burdah) untuk Ka’ab.
   Hadrah atau lebih populer dengan sebutan terbangan perkembangannya tak lepas dari sejarah dakwah Islam. Seni ini memiliki semangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada yang tahu secara persis, kapan datangnya musik hadrah di Indomesia. Namun hadrah atau yang lebih populer dengan musik terbangan (rebana bahasa jawa) tersebut tak lepas dari sejarah perkembangan dakwah Islam para Wali Songo.
Sanjungan yang sering disampaikan para shahabat ini bersifat metaforik dan gaya simbolik sehingga mengilhami syair dan prosa dalam kitab-kitab Malid semisal al-Barzanji, ad-Diba’i, atau qasidah al-Burdah.
   Adalah Imam Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad ibn Zaid as-Shanhaji al-Bushiri (1213-1296 M/610-695 H) ahli hadis, penulis, sekaligus sastrawan kondang asal Mesir yang menulis 162 syair burdah. Semasa hidupnya al-Bushiri pernah berguru kepada Imam as-Syadzili (pendiri Tarikat Sadziliyah) dsn penerusnya Abdul Abbas al-Mursi.
Sajak-sajak Burdah yang 162 bait itu terdiri dari 10 bait tentang cinta, 16 tentang hawa nafsu, 30 tentang pujian terhadap Rasulullah SAW, 19 tentang kelahirannya, 10 tentang pujian terhadap al-Qur’an, 3 tentang Isra’ Mi’raj, 22 tentang jihad, 14 tentang istighfar, selebihnya (38 bait) tentang tawassul dan munajad.
Al-Bushairi memulai karyanya dengan membuka pertanda mabuk asmara dengan bercucuran air mata dan kegalauan hati. Tetapi ia mengingatkan bahwa tetesan air mata dan kegalauan itu tak selamanya menandakan cinta, karena didepan telah ada hawa nafsu yang siap membelokkan arah. “Nasfu ibarat anak kecil yang jika dibiarkan akan terus menyusu hingga masa mudanya, tapi jika dihentikan sedikit demi sedikit, ia akan berhenti dengan sendirinya.” (Bait ke-19).
Bagi al-Bushiri nafsu seolah binatang gembala yang harus terus dijaga setiap saat. Sekalipun ia terlihat tenang ketika menikmati makanan rumput yang hijau, tetap jangan lengah.” (Bait ke-21). Setelah menyadari bahwa nafsu selalu dinahkodai setan, maka al-Bushiri memperkenalkan sosok yang seluruh tenaga, pikiran, hati dan waktunya dihabiskan untuk kebenaran yaitu Nabi Muhammad SAW. Segala hinaan, permusuhan, lemparan batu dan kotoran, hingga usaha pembunuhan diterimanya dengan penuh ketabahan.
Al-Bushairi menyadari bahwa betapapun besar pujinya untuk Nabi SAW, namun semua tidak menambah kemuliaan dan kedudukan Nabi. Di puji dan tidak pun Nabi Muhammad akan tetap mulia karena kemuliaan itu telah melekat dalam dirinya.
Sementara dalam kitab al-Barzanji karya Syekh Jafar Al Barzanji ibn Husin ibn Abdul Karim (1690-1766 M), sebagian syairnya mengungkapkan adanya rasa kerinduan akan hadirnya seorang pemimpin seperti Nabi Muhammad SAW yang tegas, jujur dan bijaksana.
    Karya sastra yang begitu masyhur di Tanah Air ini bahkan pernah disyarah (dijabarkan) oleh Syekh Nawawi al-Bantani dengan judul Madarijus Shu`ud ila Iktisa` al-Burud. Penulisan Kitab Barzanji juga tidak terlepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) mengobarkan semangat perjuangan dengan meneladani perjuangan Nabi Muhammad dalam peringatan Maulid Nabi.
Segenap ulama seperti Imam Syafi’i, Hasan Basri dan Ibnu Taimiyah sepakat bahwa pujian terhadap Nabi Muhammad SAW adalah hal yang wajar asal tak sampai mengangkat derajad kemanusiaan (Nabi Muhammad) ketingkat ketuhanan (deity). Syair Burdah dan Barzanji secara tidak langsung memiliki kekuatan yang akan membawa hati dan pikiran manusia terbawa hanyut dalam pesona cinta (mahabbatur Rasul).
Budaya di Indonesia
    Pasca kemerdekaan, perkembangan musik hadrah di Indonesia tak terlepas dari peranan Ikatan Seni Hadrah Indonesia (Ishari). Ishari adalah salah satu badan otonom yang berada di bawah organisasi Nahdlatul Ulama (NU), disahkan pada tahun 1959. Pengorganisasian dan nama ISHARI diusulkan oleh salah seorang pendiri NU yakni KH Wahab Chasbullah.
    Menurut Gus Hasib, putra KH Wahab Hasbullah, semasa hidup, Kiai Wahab sangat senang hadrah. Bahkan kalau sedang diam tangannya suka memukul-mukul sebagai isyarat memukul terbang (hadroh: red) sambil melagukan bacaan sholawat. Karena ia juga senang berorganisasi akhirnya kelompok hadrah dibuatkan wadah perkumpulan dibawah organisasi NU dengan nama ISHARI atau Ikatan Seni Hadroh Republik Indonesia.

Rabu, 02 September 2015

HUT RI ke-70

Tujuh puluh  tahun sudah kita merdeka, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945.  Selama 350 tahun  sebelum merdeka kita dijajah oleh Kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Rakyat Indonesia telah lama menderita, mereka kehilangan hak yang dimilikinya. Mereka terus dipaksa bekerja untuk kepentingan para penjajah yang memanfaatkan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah ruah.
Kegiatan Siswa-siswi
Dan ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, terjadi kekosongan pemerintahan di Indonesia, keberanian Golongan Pemuda yang mendesak Golongan Tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, telah menghasilkan kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia.
Dengan perjuangan pahlawan-pahlawan kita yang rela berkorban demi BangsaIndonesia,

akhirnya kita dapat merdeka dan bebas dari belenggu para penjajah. Oleh karena itu, untuk menghargai dan mengenang jasa para pahlawan kita, dengan bersamaannya Hari Kemerdekaan Indonesia ke-70, akan diadakan acara perayaan HUT RI ke-70 di MA Al Mukhtar Adipala yang bertema “Perkuat Semangat 45 Bersama MA Al Mukhtar Tuk Hadapi Tantangan Global”, tema tersebut kami angkat berkaitan dengan semangat putra bangsa yang semakin berkurang di jaman globalisasi ini.

Selasa, 25 Juni 2013

MA AL MUKHTAR ADIPALA



VISI

Membentuk Siswa yang Berkualitas dalam Bidang IMTAQ dan IPTEK 
serta Berakhlakul Karimah


MISI
  1. Menciptakan madrasah yang berwawasan IMTAQ dan IPTEK.
  2. Mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman dan memadukan kurikulum nasional dengan kurikulum lokal.
  3. Mengembangkan potensi akademik secara optimal melalui proses pembelajaran.
  4. Mengembangkan nilai pendidikan yang berlandaskan agama untuk mewujudkan nilai moral yang tinggi kepada peserta didik.
  5. Tersedianya sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang memadai untuk mendukung pencapaian tujuan. 

nyoba

bismillahirrohmanirrohim.....